Tentang Saya

Saya seorang Ayah dengan satu orang anak. Dilahirkan menjalani masa kanak-kanak,tumbuh dan besar di Poso..Bekerja sebagai freelance pada isu-isu Hak Asasi Manusia, konflik dan perdamaian juga pada isu-isu Sumber Daya Alam. Sebagai sebuah kota tua di Sulawesi Tengah, Poso adalah Sebuah kota yang penuh cerita dengan  Sejarah yang panjang. Dari Sejarah tutur para tetua,dan catatan-catatan Lontara di Kerajaan Luwu. Poso sudah disebut dalam inskripsi-inskripsi itu. Peninggalan-peninggalan jaman Megalithik juga menandakan bahwa pernah pada suatu masa Poso memiliki kebudayaan yang tinggi.
Tersebutlah seorang gadis yang sangat cantik di pinggiran Danau Poso. Gadis ini bernama Rumongi. Kecantikannya membuat seorang pemuda dari kayangan jatuh hati. Pemuda itu bernama Lasaeo. Dari khayangan dia turun menunggangi seekor kerbau putih. Dilamarlah sang putri cantik itu oleh pemuda dari khayangan ini. Maka kawinlah mereka dan melahirkan banyak turunan termasuk suku-suku yang mendiami wilayah kabupaten Poso.
Suatu saat Lasaeo sang pemuda dari khayangan itu harus kembali ke tempat asalnya. Sebelum kembali dia mengajarkan banyak ilmu kepada turunannya. Antara lain ilmu tentang kemampuan untuk bertani dan menjadi nelayan,berburu,bahkan berperang.
Situs Megalithik Pokekea sebuah Kalamba Di Daerah Behoa


Saat ini, ketika mendengar atau membaca kata "Poso" yang terbayang adalah  sebuah kota yang rusuh karena konflik bernuansa agama. Kota yang mencoba memulihkan diri dari kehancuran.
Kenapa kemudian agama yang dipilih sebagai alat pemicu konflik..??? Karena orang akan bersedia mati untuk membela apa yang di yakininya. Kami semua pernah berada pada posisi itu.
Menjadi korban...Mengungsi...kemudian menjadi pelaku.. Hampir sebagian besar kami di Poso mengalaminya. Pernah dalam sebuah periode waktu,Rasa Kemanusiaan kami hilang..Tergerus oleh peristiwa demi peristiwa.
Dari Tahun ke Tahun kami belajar banyak dari konflik yang terjadi. Termasuk Belajar untuk memaafkan. Kami tidak ingin Poso menjadi daerah perang.. Kami juga tidak ingin Mewariskan kekerasan dan dendam kepada anak cucu kami...Bersama beberapa orang kawan kami berupaya melakukan kerja-kerja perdamaian. Mempertemukan para mantan kombatan... sebuah cara yang dulu bahkan sampai saat ini di sangsikan oleh banyak orang akan berhasil...
Situs Megalithik Patung Tadulako di Lembah Behoa
Tapi... akankah berhasi; bila kita tak pernah mencobanya.???
Kami akan tetap melakukan hal itu,dengan segala keterbatasan kami.


Dalam perjalanan untuk merajut perdamaian, suatu hari saya pernah membaca sebuah tulisan seperti ini :

 Sesungguhnya terdapat hukum kebenaran dari sumber yang berlainan, tanpa perlu saling menafikan satu sama lain. Ada kebenaran faktual forensik, yaitu kebenaran yang dapat diverifikasi dan didokumentasi. Ada kebenaran sosial, yaitu kebenaran yang terbentuk melalui interaksi, diskusi, dan debat. Ada juga kebenaran personal, yaitu kebenaran atas kenangan pedih yang dialami. (Hakim Albie Sachs, dalam Justice in Transition, 1995).






Sebuah bangunan Tambi atau Lobo di Wilayah Behoa

Kata-kata ini memotivasi saya untuk menulis.
Bagi saya menulis kemudian menjadi sebuah terapi bagi jiwa.
Kalaupun saya harus mengingat kenangan pedih atas semua peristiwa dan perbuatan yang kami lakukan,biarlah kami mengingatnya untuk SEMBUH...





Poso maret 2017
Penulis Jimmy Methusala

Comments