Prolog


Cerita Dari Poso

Segmen ini berisi cerita tentang pengalaman saya dan teman-teman di Poso saat menjadi korban,terjerumus menjadi pelaku dalam konflik Poso dan mencoba kembali melakukan hal-hall baik untuk Poso.

Menuliskan cerita ini, bagi saya sama sekali tidak bukan untuk menggali luka lama ataupun menyebar kebencian,tetapi hanya ingin berbagi..
.
Dan jika ada pelajaran yang bisa di petik dari apa yang saya tuliskan,syukurlah mudah-mudahan itu bisa menjadi sesuatu yang baik bagi orang lain. Karena saya sama sekali tidak bermaksud menggurui..

Saya selalu yakin bahwa Kehidupan itu adalah sebuah gudang ilmu. Semua tempat adalah sekolah dan ,semua orang adalah guru.


Kau harus menuliskan apa yang telah kau lakukan dan kau kerjakan, sebab tidak banyak orang yang memiliki pengalaman seperti yang kalian alami. ( Hedar Laudjeng) 

Kata-kata dari almarhum,guru,kakak, dan sahabatku ini yang kemudian menginspirasi untuk mulai menggali, mengumpulkan dan mengingat kembali hal-hal yang telah lewat di belakang. Seperti membuka ransel perjalanan yang berisi sejumlah kenangan.
Rasa Kemanusiaan kami pernah Hilang. Menemukan kembali rasa kemanusiaan itu, sungguh bukan perkara mudah.

 Panjang, berliku, penuh tikungan menanjak yang perih, hampir seperti membuat luka baru di atas luka lama. Tapi, jika aku dan mungkin juga teman-temanku, mengingat kembali semua yang telah terjadi: biarlah kami mengingatnya untuk sembuh.

Sesungguhnya terdapat hukum kebenaran dari sumber yang berlainan, tanpa perlu saling menafikan satu sama lain. Ada kebenaran faktual forensik, yaitu kebenaran yang dapat diverifikasi dan didokumentasi. Ada kebenaran sosial, yaitu kebenaran yang terbentuk melalui interaksi, diskusi, dan debat. Ada juga kebenaran personal, yaitu kebenaran atas kenangan pedih yang dialami. (Hakim Albie Sachs, dalam Justice in Transition, 1995).


Mengingat kembali kerusuhan Poso bak sebuah perjalanan ziarah jiwa dalam sebuah kembara panjang. Memungut dan menyapih kenangan demi kenangan, merangkainya seperti bunga, hingga suatu hari kita lupa untuk apa. 

Namun kenangan demi kenangan  akan tragedi kemanusiaan yang meluluhlantakan sendi-sendi kehidupan orang Poso atau To Poso, adalah titik bangkit jiwa-jiwa kita. Aku memaafkan yang telah kau lakukan, maka maafkanlah aku akan apa yang telah kulakukan.

 Kita adalah korban salah urus Negara ini, semua yang pernah terjadi adalah kegagalan dari sebuah penanganan konflik sosial yang dilakukan oleh Negara. 

Kebesaran jiwa untuk menerima peristiwa demi peristiwa membuat kita semua belajar untuk menemukan maaf dalam hati tiap-tiap orang. 

Kita semua hanyalah seonggok darah dan daging yang diberi nafas kehidupan oleh sang Khalik. 
Kita semua hanyalah debu yang diberi  kehidupan oleh Sang Hidup, dan akan tersapu angin jika dikehendaki oleh Sang Hidup. 



Penulis Jimmy Methusala

Comments